2018年10月11日 星期四

UMKM Dituntut Gesit Berinovasi di Era Disrupsi




TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Berinovasi atau tertinggal.

Begitulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan pentingnya untuk berinovasi di era disrupsi saat ini, tak terkecuali bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).


Hal tersebut yang menemuka di seminar Enhancing Small Medium Enterprise Competitiveness Based on Creative Economy in Innovation Disruption di Hotel UNS Inn, Selasa (11/10/2018).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pendampingan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (PSP-KUMKM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini masih dalam rangkaian 7th UNS SME SUMMIT & Awards 2018.



Hadir sebagai pemateri Prof. Ishak Bin Yussof dari Malaysia), Dr. Tai Wan Ping dari Cheng Shiu University, Taiwan, Prof. Warapon Boonsuthip, Departement of Food Science and Technology, Thailand dan Retno Tanding, S, SE., M.E, Ph.D yang merupakan Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis UNS.

Retno mengatakan Jepang masih menjadi salah satu negara yang memiliki pertumbuhan inovasi tertinggi di Asia pada 1991-2011 berdasarkan data World Bank.

"Malaysia punya pengalaman dalam meningkatkan jumlah inovasi, kemudian Jepang dan Korea masih yang terbesar dalam pertumbuhan inovasi," kata Retno Tanding sambil menunjukkan beberapa grafik dalam presentasinya.

Sedangkan Indonesia, berdasarkan grafik, masih tertinggal jauh dari kedua negara tersebut.

Padahal di era sekarang ini, perusahaan dituntut harus semakin berani menggali ide baru agar tidak tergilas perubahan.

Belajar dari hal itu, Retno mengatakan UMKM di Indonesia perlu memahami pasar, khususnya apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan target konsumen, sebelum menciptakan produk inovasi.

"Kelincahan dalam pemanfaatan teknologi dan kolaborasi juga dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing produk UMKM di era inovasi disruptif," kata Retno.

"Mengutip kata Pak Presiden, berkolaborasi adalah kunci untuk memajukan bisnis, meskipun pada akhirnya saling menyingkirkan satu sama lain," tambahnya.


Kolaborasi UMKM juga dapat dilakukan dengan Universitas.
"Ketika industri ada masalah, universitas bisa mengajukan riset untuk dibiayai oleh pemerintah, kemudian industri pun akhirnya mendapatkan solusi," kata pembicara dari Malaysia, Ishak.

Ia menyarankan agar kurikulum perguruan tinggi atau lembaga pendidikan selalu senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan industri.

Sehingga, lulusannya nanti dapat langsung mengikuti perkembangan industri yang berubah begitu cepat.

Sementara itu, Kepala Haki dan Regulasi BeKraf Ari Yuliano Gema, yang hadir sebagai keynote speaker menyarankan agar UMKM segera mendaftarkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), agar tidak menimbulkan sengketa merek di kemudian hari.

Sebab, akan semakin banyak inovasi yang bermunculan di era disrupsi.

Ia memalarkan saat ini ada 8,2 juta perusahaan ekonomi kreatif di Indonesia, tapi baru 11 persen yang mendaftar HAKI

"Kebanyakan dari mereka tidak sadar pentingnya HAKI, padahal kedelan HAKI jadi satu hal yang penting dalam era disrupsi," pungkasnya. 





沒有留言:

張貼留言

搜尋此網誌